Berawal dari suka baca
SMP,
gue berkenalan dengan seorang teman. Dari penampilannya, dia anak pinter.
Setelah
perkenalan memasuki tahap akrab, gue baru
tahu kalau ternyata dia anggota OSIS. Jadi gue mengerti kenapa dia pinter.
Status dia sebagai anak pintar, gue
perhatiin dia senang baca buku. Mulai dari komik, majalah game, Zig Ziglar,
Maxwell, dan banyak lagi buku yang untuk nulis nama penulisnya aja gue bingung.
Dan
dia mulai menyebarkan epideminya.
“
Fiq, lo baca nih. The Art of War-nya Sun Tzu.”
Di lain kesempatan
“
Fiq, Anekdot orang-orang besar. J. Maurus.”
“
Elo mesti baca bukunya Maxwell, Fiq.”
“
Ini keren, Fiq.” dia nyodorin sebuah buku tebal. “ Bagaimana unta
bertahan di tengah badai pasir!” buku filosofis bombastis, pikir gue. Yang mana mungkin secara biologis dia mengira gue dan unta
dalam genus yang sama.
Akhirnya,
semua buku yang tiap pekan dia sodorin ke gue, gue terima dengan mikir: Oh come on, kita
masih kelas 2 SMP, Sob. Masih seneng-senengnya
main bola pas pulang sekolah. Masih seneng-senengnya
main PS. Masih seneng-senengnya bikin
surat cinta buat temen cewek. Tapi lo kok malah bergaul sama buku-buku aneh begini. Kalau mau juga
jangan buku-buku berat begini. Yang ringan-ringan aja. Lupus, misalnya. Lagian siapa juga yang pengen
perang sampe-sampe baca buku strategi perang Sun Tzu. Kecuali kita seneng tawuran.
Lha ini, dipalak aja langsung kita kasih. Ongkos bajaj
kita.
A short story, gue jadi suka baca. Karena dia.
Blog-blog awal
Dari
suka baca inilah, gue jadi ingin nulis sesuatu. Gue pikir, blog adalah
media paling tepat.
Gue memutuskan untuk masuk di blogspot.com. Karena ini yang pertama kali ada di otak gue dan cukup mudah ngebuatnya selain gratis.
Blog pertama gue judulnya:
Landak De Milo. Isinya cerita fiksi karangan gue tanpa teknik menulis. Hanya modal inspirasi. Berakhir dengan
tidak diteruskan di tengah cerita dan gue males berimajinasi. Akhirnya gue lupa
passwordnya. Cakeeep.
Blog kedua, judulnya: kolom
Lev. Isinya tentang segala 'isi kepala' gue. Yang mana setelah lama nggak gue
baca dan gue baca setelah tidur 9 abad, kok rasanya nyebelin. Sotoy tingkat
tinggi. But hey, dari blog kedua ini tulisannya mulai rada bagus. Singkat,
padat. Cuman pemilihan diksinya aja yang keliatan sok hebat. Berakhir dengan: lagi-lagi males buka dan lupa pass-nya.
Bikin baru lagi...
Blog ketiga, gue buat di
catatan Facebook atas nama Fiqih Fahlevi. Isinya lebih banyak dan
panjang-panjang. Menceritakan pengalaman gue. Motivasinya pengen banget
nerbitin buku. Berakhir tragis dengan gue men-deactivated akun gue itu. Alasannya
karena hasil print out tulisan gue yang gue kirim ke penerbit dipulangin.
Blog
sebagai lab menulis
Gue meyakini, blog merupakan
lab bagi mereka yang senang menulis. Atau senang bercerita. Atau senang
membaca. Bagaimana tidak, mereka dapat
mengekspresikan/menemukan tulisan-tulisan ke/dari media yang semua orang bisa
lihat. Blog seperti papan tulis di mana ruang kelasnya bumi.
Mau tau resep cah kangkung? Ada
aja orang yang menulis resep cah kangkung lezat. Mau tau teknik menulis biar
oke? Banyak juga orang yang memiliki artikel tersebut di blognya. Mau apalagi? Walktrough
game? Ada! Cheat? Ada juga. Hampir semua pembahasan sisi kehidupan ada.
Oleh karena itulah gue ingin
nge-blog.
Ada banyak blog yang lumayan
jadi favorit gue karena enak dibaca. Seperti: suamigila.com;
solehsolihun.blogspot.com; alandakariza.com; radityadika.com; dan masih banyak
lagi yang lain.
Harapan
ini menjadi blog yang terakhir
Terakhir, setelah lama
bertualang mencari gaya nulis, pada blog inilah gue merasa gaya menulis gue keluar orisinil. Enggak ikut-ikutan
orang lain lagi. Nggak ikut-ikutan gaya nulisnya Hilman Hariwijaya (Lupus’s series)
lagi. Enggak ikut-ikut gaya nulis Raditya Dika lagi. Karena, itu yang justru bikin enak dibaca dan berbeda dari blog-blog yang sudah ada.
Sewaktu kecil, gue ngaji TPA. Di sana diajarkan baca-tulis Al-Quran. Juga dikenalkan 99 Asma’ul husna (nama-nama baik Alloh SWT). Di antara 99 nama indah itu, salah satunya adalah Alloh Maha Kekal.
Saat gue beranjak dewasa,
di acara 165 ESQ way, dikatakan oleh Dr (HC). Ary Ginanjar Agustian bahwa ruh
yang ditiupkan Alloh SWT ke dalam diri setiap insan mengandung potensi
sifat-sifat ketuhanan. Sebut, Maha Pengasih, artinya kita memiliki potensi untuk
saling mengasihi. Mendermakan harta terbaik kita. Maha penyayang, artinya sesama
manusia harus saling hormat dan menyayangi. Tapi bagaimana dengan Maha Kekal?!
Sekarang gue menyadari. Kita pun
punya potensi untuk itu. Maha Kekal mengajarkan kita untuk terus berprestasi
agar nama kita Kekal.
Menulis (boleh jadi) merupakan proses menuju keabadian. Fisik manusia pasti mati, tapi tulisan kita tidak akan pernah mati.
So, itulah kesimpulan blog ini. Tujuan utamanya adalah harapan membuat gue abadi.
regards :)