Senin, 03 Desember 2012

Karena oven meleleh

Saya punya pengalaman lucu di Pizza Rakyat. Jadi caritanya, waktu itu cabang Pizza Rakyat yang saya kelola baru satu dengan operator Ulloh. Kebetulan hari itu ada pesanan sebanyak 100 loyang.

Sebelumnya kami sudah memprediksi berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk mengoven 100 loyang. Teknik yang kami gunakan adalah hitung mundur. So, dari hitung mundur itu, ditetapkan bahwa kita harus mulai pukul 7 pagi. Tugas pun dibagi. Saya belanja dan bikin adonan, sedang Ulloh menyiapkan topping dan mengoven.

Pesanan diminta selesai pukul 18.00 untuk acara syukuran yang mana mengundang anak yatim. Tapi berhubung kita belum punya pengalaman membuat pizza dalam jumlah besar, jadilah kita santai-santai aja.

" Loh, topping udah beres?"
" Santai, Qih. Merem."
" Oke."

Waktu tidak mundur. Sampailah pada pukul 12 teng. Kenyataannya, baru jadi 10 loyang. Saya mulai panik karena saya bisa berhitung. Ulloh masih merem karena dia tidak pandai berhitung.

" Loh, kalkulator mana?"
Ulloh ngambil kalkulator. Kemudian diberikan ke saya.
" Kita hitung, ya." Saya menjelaskan ini seriuuus sekali. Ulloh merem. " Gini. Sampai dengan jam 12 aja, kita baru dapet 10 loyang. Berarti sisa...,"
" 90 loyang." oh, ternyata Ulloh pinter.
" Oke. lanjut ya. Kalo tiap baking kita butuh waktu 15 menit, sedang satu oven muat 6 loyang, berarti dalam satu jam, berapa loyang kita bisa dapet?"
" Tau."
"  24, Loh."
Ulloh ngangguk.
" Artinya, dalam sisa waktu 6 jam ke depan, kita bisa dapet 144 loyang. Lebih dari cukuplah ya?"
" Iya." jawab Ulloh mantap.
" Tapi saya gak yakin!"

Ulloh tercekat. Dia bilang saya bodohlah atau apalah. Padahal yang tadi ngitung saya, katanya. Yang pegang kalkulator juga saya. Masa nggak yakin dengan hitungan sendiri?! Yaaa, memang saya yang menghitung. Yang megang kalkulator juga saya. Tapi dalam menghitung bukan berarti semua yang di atas kertas berjalan sesuai rencana. Kebiasaan saya dalam menghitung adalah hitungan di atas kertas sebagai patokan saja. Karena biasanya saya menemukan di mana waktu ngaret yang menyebabkan saya tidak bisa on time.

Benar saja, sampai dengan pukul 6 sore, pesanan baru beres setengah.

Kita panik luar biasa. Hape saya terus berdering, ditelponin orang yang pesan. Karena saya takut, hape, saya lempar ke Ulloh. Karena Ulloh juga takut, hape dilempar lagi ke saya.

Kita menjauhi hape itu.

Namun karena kita harus tanggung jawab, saya angkat telpon, loud speaker, dan kita dicaci maki lahir-batin.

Galau.

Ilham itu datang. Saya pikir, apa yang sudah dimulai harus diakhiri. Dan kita memilih untuk berusaha mengakhiri cerita ini dengan baik. Minimal cukup baiklah.

" Loh, kita harus ngebut!" semangat coba saya tawarkan ke Ulloh. Dia menyambut baik.

Perlu disampaikan kalau oven sederhana kami itu terbuat dari seng. Tidak tahan terhadap api yang panasnya tinggi. Api dengan panas tinggi itu biasanya terdapat pada kompor high pressure, kompor yang biasanya dipakai tukang nasi goreng atau ayam fried chicken pinggir jalan. Pinternya kita memakai kompor itu.

" Apinya gedein, Loh. Supaya cepet matang." cerdas memang ide saya yang langsung digedein sama Ulloh. Diposisi api menyembur dengan hebat.

Belum ada semenit saat saya memalingkan pandangan dari oven, Ulloh berteriak histeris.

" Qiiih, kebakaran, Qih! Kebakaran, Qih!" Ulloh panik. Dia buru-buru mengambil tempat paling strategis, di pojok kamar mandi.

Saya langsung lompat dan menjauh dari kompor. Khawatir api membakar selang dan bisa saja, DUAR! kita berdua jadi pizza setengah matang. Saya juga ikutan lari ke pojok kamar mandi.

" Matiin, Loh! Matiin!"
" Ogah! Elo aja!"

Kita masih memojok di kamar mandi. Main andel-andelan. Pokoknya siapa yang lagi kecilnya punya cita-cita jadi Superman, dia yang harus berani matiin kompor. Pas saya tanya cita-cita Ulloh pas kecil (sempet-sempetnya), dia mau jadi keluarga Cemara. Susah. Berhubung cita-cita saya jadi Ultraman, jadilah saya yang matiin kompor.

Buru-buru saya matiin kompor. Tapi ya Alloh, masih ada api! Ternyata bagian bawah oven meleleh!

" Awas, Loh! Awas, Loh!"
" Mau ngapain, Lo?! Haduuuh, jangan di gu..."

BESSS

Ulloh lemas melihat saya menyiram kompor. Sebenarnya bukan karena kompornya Ulloh lemas. Dia lemas karena pizza pesenan ikut kesiram. Saya panik saat itu.

Well, singkat cerita, 100 loyang pizza baru selesai jam 9 malam.

Meskipun kena caci maki, alhamdulillah kita bisa tidur malamnya. Nggak kena guna-guna.