Minggu, 02 Desember 2012

Perpustakaan

17.45, tiba-tiba saja langit berganti gelap. Setiap sore sekarang Jakarta selalu seperti ini. Perlahan, gerimis pun membasahi halaman rumah.

Seneng sih bila seperti ini. Karena, gerimis itu romantis. Tapi tidak dengan petirnya.

Siapa sangka, gerimis yang romantis saat itu ternyata membawa petir besar yang tiba-tiba saja menghujam atap rumah tetangga. Seketika saja berhamburan pecahan genteng.

Oke itu memang masalah. Bikin takut luar biasa. Tapi ada satu masalah yang dampaknya langsung ke saya. Jadi, sewaktu petir itu menyambar, clap! Tiba-tiba saja listrik rumah saya mati. Saya tidak mahir Fisika untuk menjelaskan berapa joule energi yang dikeluarkan petir dan membawa muatan-muatan apa saja si petir sampai memadamkan listrik tanpa menyambar kabel listrik. Saat itu saya takut tapi berusaha tenang meski kaki terasa dingin dan gemetar.

Semua istighfar.

Setelah beberapa menit berselang, saya naikkan lagi sakelar meteran listrik. Cling! Lampu menyala. alhamdulillah, nggak ada yang korslet.

Masalah ada saat saya mau menyalakan PC. PC saya tidak nyala. Saya cek stabilizer, kondisi lampu power nyala, tapi jarum berada di angka 0. Pertanda stabilizernya crash. Cabut kabel dari stabilizer, colok langsung ke kabel roll, oh my god, tetap gak mau nyala. Panik.

Besok paginya. Saya panggil kenalan yang biasa menangani hal ini. Utak-atik-utak-atik-utak-atik. Saya sengaja meninggalkan dia yang sedang khusuk memporak-porandakan isi perut PC saya. Setelah selesai, saya dipanggil. Seperti adegan sinetron di rumah sakit, teman saya bilang, " Maaf, Ki. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi...," dia menghirup napas dalam. Saya buang napas panjang. Sebelum akhirnya dia mengatakan hal yang bisa bikin kuda nil galau. " power supply dan hard disk lo kena, Men."



Anywaaay...

Kemarin, saya baca twitnya @pandji yang tiba-tiba aja ngomongin perpustakaan. Saya jadi inget pernah punya pikiran untuk membuat perpustakaan keren ala saya.

Sebelum nulis ini, dipertapaan, di tempat yang disucikan itu, saya mendapat ilham tentang teknik penulisan gaya baru. #Wesssaaah. Teknik baru itu adalah: Saya akan mengambil satu gambar, kemudian saya komentarin. tentu gambar itu yang berkaitan dengan tema.


Mau tahu lebih jelasnya? Saya coba, ya. #edisiperdana




Gambar di atas adalah salah satu perpustakaan di Toronto, Canada. dari sekian banyak gambar yang berhamburan di google image, saya memilih gambar ini yang paling mendekati dengan deskripsi perpustakaan keren versi saya.

saya suka perpustakaan yang menyediakan sofa. tidak perlu saya jelaskan untuk apa sofa tapi akan saya jelaskan mengapa harus sofa.

Well, sofa itu nyaman, empuk, membal, dan menenangkan. saya setuju dengan gambar di atas. Dia menyediakan sofa personal. Mengapa? Karena membaca sifatnya personal.

Namun saya juga akan menyediakan tempat bagi mereka yang lebih memilih untuk duduk di lantai. Tentu dengan dibalut karpet dan disediakan bantal untuk mereka membaca sambil tiduran.

Saya kurang setuju dengan adanya meja. Perpustakaan impian saya tidak akan pernah ada meja. Alasannya, saya tidak akan membiarkan pembaca membawa lebih dari satu buku. Saya akan membentuk psikologis pembaca untuk lebih menikmati satu buku hari ini ketimbang buru-buru membaca buku karena tergoda dengan buku kedua yang menunggu di atas meja. Selain itu, meja memakan tempat.

Membaca adalah kesenangan. Membaca adalah menikmati.

Rak buku tidak seperti itu. Itu membosankan. saya tidak akan membuat seorang pembaca harus bersusah payah menjangkau buku kesukaannya karena diletakkan jauh di atas.

Rak buku imajiner saya tidak tinggi. Cukup 160cm dari permukaan lantai. Dibuat sesederhana dan sesimpel mungkin tapi terlihat elegan dengan pemilihan bahan dan corak.

Pencahayaan akan saya buat redup tapi tidak juga dikatakan gelap. Pancaran sinar matahari yang menembus jendela akan saya balut kain ungu atau merah muda dove. Lampu ruangan menggantung warna kuning. Saya tidak bisa membaca di tempat silau. Saya ingin tempat teduh seperti di bawah pohon. Maka kesan itulah yang saya coba hadirkan dengan menepis sinar matahari.

Saya orang spesialis. Saya suka spesialis. oleh karena itu, saya akan mengkhususkan buku apa saja yang harus mengisi rak perpustakaan. misal saya suka memasak. maka semua buku yang ada di perpustakaan saya adalah buku tentang masakan. apapun itu, yang penting tentang masakan. resep, sejarah masakan, masakan luar negeri, rekomendasi tempat hangout yang makanannya asik, wisata kuliner, pokoknya all about makanan. Culinary.

So, ketika konsep sudah kuat, maka pemilihan ornamen pun harus menguatkan konsep. Belum ada kan perpustakaan khusus culinary di mana ornamennya semua alat dapur yang dipajang dan bisa dijual?

Ruangan ber-AC, harum, dan terjaga kelembabannya. Sudah ada kan produk yang mampu menyerap kelembaban?

Jaringan wifi

Musik orchestra.

Tidak ada kartu anggota. Siapa saja boleh masuk dan membaca. Bebas. Asal tidak berisik dan free sex di dalam ruangan.

Terakhir, saya akan membuat celengan besar berbentuk balok dari bahan mika tebal. Tinggi celengan itu hingga 2 meter. Celengan tersebut hanya diisi dengan uang logam Rp 1.000. Sebenarnya tidak ada motif ekonomis yang berhubungan dengan ide tersebut, saya hanya ingin menciptakan perasaan ikut memiliki kepada semua pembaca lewat kegiatan nyelengin uang logam Rp 1.000. Toh untuk perawatan buku biayanya akan saya ambil dari uang hasil penjualan ornamen. Nantinya uang yang terkumpul tersebut akan disalurkan bisa ke rumah sakit, panti asuhan, atau panti jompo.


Naaah, itulah gambaran perpustakaan yang saya mau. Inspirasinya tentu saja dari diri sendiri.

Mungkin kalian juga punya gambaran perpustakaan yang kalian dambakan? Silakan dishare :))