Minggu, 09 Desember 2012

Nyalakan Ambisi


Hidup saya pernah redup. Mengambang. Tidak mempunyai masa, dan tidak tahu pasti kemana arahnya.

Ini seperti berdiri di tengah padang luas, sendirian, dan tidak ada teman yang bisa diajak makan siomay.

Sangat sepi.

Merenung merupakan pilihan terbaik untuk mencoba menemukan titik balik.


Ini soal determinasi…
Namanya Audrian. Saat ini gelar SH tersemat mengikuti nama lengkapnya, Muhammad Audrian. Lulusan fakultas Hukum Universitas Indonesia. Well, saya akan cerita sedikit tentang Audrian sebelum ia mendapatkan gelar tersebut.

Dia bukanlah orang yang terampil berbicara. Maaf, bicaranya sulit dimengerti karena diucapkan terburu-buru. Saya satu SMP dengan dia dilanjut ke SMA yang sama dan juga satu organisasi yang sama pas SMA. Saya kenal betul karakternya.

Cerita saya awali dari… Saya ingat saat kita baru lulus SMP. Nilai UN dia di bawah saya. Saat itu dia berkata yakin bisa masuk SMA unggulan impian kita. Saya tertawa, lantas bilang, bagaimana mungkin, wong nilai saya yang lebih tinggi dari dia saja tidak yakin. Apalagi setelah melihat kenyataan peringkat saya terus melorot di kertas penerimaan siswa baru di SMA tersebut, mana mungkin, itu mustahil. Mendengar itu, dia terdiam lalu bilang, “ Ah, elo ngerusak mimpi gue aja.”

Tuhan berkehendak kita masuk SMA yang sama. Bukan SMA unggulan yang kita kehendaki dari awal.

Waktu terus berjalan, hingga sampailah masa SPMB. A short story, kita tidak lulus SPMB. Saya santai saja, tapi dia begitu menyesali. Dia marah terhadap dirinya sendiri. Saat itu saya menepuk pundaknya dan tekekeh, “ Sudahlah.”

Namun kenyataan berbalik setahun kemudian.

Hilang kontak menyebabkan kita tidak saling tahu kabar masing-masing.

Hingga di tahun 2008, saya membuat akun Facebook dan saya mendapati kenyataan bahwa Audrian sedang menempuh pendidikan S1 Hukum UI. How can?

Ternyata, saat dia tidak lulus SPMB, dia memendam dendam untuk tetap masuk S1 Hukum UI. Entah bagaimana ceritanya, dia tinggalkan D3 UI-nya, kemudian dia berfokus ikut semacam program “belajar lagi” di sebuah bimbingan belajar. Hasilnya, di tahun 2007, dia mampu menembus Hukum UI. Saya ternganga mengetahui kabar itu.


Ada lagi…

Namanya Erlan. Dia juga teman SMA.

Selepas SMA, dia diterima di Fakultas MIPA UI, jurusan Biologi. Ironisnya, dia merasa jurusan Biologi bukanlah cita-citanya. Itu hanya pilihan nomor dua. Mimpinya, Teknik Sipil UI. Konflik batin terjadi.

Ia sempatkan cerita ke teman-temannya. Termasuk saya. Sampai akhirnya dia sendiri yang menawarkan opsi untuk drop out.

Saya terkejut.

Sebisa mungkin saya cegah pilihan Erlan itu. Terlalu beresiko. Hari itu juga, segala kemungkinan saya paparkan. Segala resiko saya suguhkan agar Erlan lebih memahami hal yang mungkin saja ia lalai memperhitungkan dalam mengambil keputusan.

Tapi dia tidak bergeming…

Tekadnya bulat. Dia lebih memilih drop out dan kemudian fokus mengikuti program “belajar lagi” di sebuah bimbingan belajar. Demi sebuah mimpi, Teknik Sipil UI.

Dia terus belajar dan belajar. Berlatih dan terus berlatih soal. Determinasinya luar biasa.

Di tahun yang sama dengan Audrian masuk Hukum UI, Erlan lulus. Masuk teknik sipil UI.

Mengetahui kabar itu, saya terdiam. Merasa kalah dengan determinasinya yang luar biasa itu.

Dua cerita di atas yang saya dapat dari merenung dan mengingat masa lalu, menjadi bagian penting cara memperoleh kesuksesan. Audrian dan Erlan mengajarkan bahwa kemauan kuat, determinasi tinggi, dan doa yang tak kunjung putus, mampu mewujudkan mimpi-mimpi kita.

Kesalahan saya adalah membiarkan kekalahan tanpa pembalasan. Mestinya saya berpikir, kemenangan adalah keharusan. Tidak ada toleransi. Keberhasilan adalah pilihan. Karena pilihan, maka ada konsekuensi dan pengorbanan. Nikmati saja.

Terakhir, tentu saja saya akan meng-copy-paste kegigihan (determinasi) mereka.


Thanks, Bro.